VI
Sang Lord Baru
Dia berjalan perlahan ditemani ayahnya. Rambut hitamnya tertiup angin sehingga menutupi pandangannya. Ayahnya tersenyum dan membantunya merapikan rambutnya. Dia lalu membetulakan tasnya dan melangkah masuk ke gerbang. Penjaga gerbang tersenyum ke arah mereka.
“Ingat, Jonathan. Jangan nakal. Sudah kaukerjakan tugasmu?”
“Tugas yang mana ayah?” tanya anak itu.
“Dasar. Ayah tidak akan bertanggung jawab jika kau nanti dihukum.”
“Iya yah.” Jonathan menjawab malas.
Sang ayah lalu mengangguk ke arah penjaga gerbang. “Kau masih saja setia di sini, Pak Gerald.”
“Tentu saja, Iraz. Melihat anak-anak membuatku bahagia. Tapi, tentu saja bukan anak-anak nakal sepertimu dulu.”
“Jadi, aku nakal ya menurutmu?”
“Kau tahu,” Pak Gerald mendekati lonceng hendak membunyikannya. Pelajaran akan segera dimulai. “semua anak memang nakal.”
Iraz lalu berpamitan dan menaiki kudanya kembali. Ada tugas penting yang harus ia selesaikan. Panggilan Sang Raja bukanlah sesuatu yang biasa. Baru kali ini selama 13 tahun menjadi Duke di Giardoni dia dipanggil khusus oleh raja untuk dirinya sendiri, bukan kepada Anggota Dewan untuk mempertanggung jawabkan pemerintahannya.
Dia sampai di gerbang istana. Gerbang yang sangat besar yang ada di Orland. Panjangnya sekitar 20 meter dengan lebar sekitar 15 meter. Tak lupa dengan tinggi antara 15-18 meter dan memiliki pintu yang berlapis-lapis. Lapis pertama adalah jeruji biasa sedang lapis kedua adalah pintu kayu yang terbuat dari kayu ek kualitas pilihan. Lapis ketiga adalah pintu besi yang akan mengantarkan kita memasuki pelataran istana. Iraz mengangguk dan memperlihatkan surat undangan raja pada penjaga gerbang. Dia tampak mengangguk lalu kemudian mempersilahkan Iraz masuk.
Jeruji pertama membuka. Kemudian disusul pintu kayu besar itu. Di sana, sebelum pintu besi terbuka dan ia dapat memasuki pelataran istana, kudanya harus ditempatkan di tempat khusus dan Iraz akan ditemani oleh beberapa penjaga.
Pintu besi itupun terbuka dan Iraz merasa sangat takjub. Jalan di bawahnya bukan lagi batu, tetapi marmer. Jalan itu sangat lebar sehingga cukup untuk berbaris 200 pasukan. Di sekelilingnya tumbuh pepohonan dan semak-semak yang dibentuk seperti ksatria, yang ditanam mengelilingi patung Lord Feraux de Orland yang berdiri kokoh di tengah kolam yang terbuat dari marmer juga. Di depan Iraz, berdiri istana Orland—yang dikenal sebagai Istana Gelombang, karena bentuknya lingkaran yang berlapis-lapis—yang terbuat dari batu granit, kayu, dan besi.
Iraz menaiki tangga di pelataran istana. Karpet biru yang terbuat dari beludru memanjang dari pelataran sampai aula besar berbentuk lingkaran di tengah istana. Dari aula itu ada beberapa lorong yang menuju ke puluhan ruangan di Istana Gelombang itu. Iraz dibawa dari aula ke lorong di depannya yang menuju ke ruang rapat istana.
Pintu ruangan itu terbuat dari besi dan berukuran sangat besar. Di depannya, berdiri dua penjaga, salah satunya berbisik pada penjaga yang mengawal Iraz. Dia tampak mengangguk.
“Silahkan masuk, Tuan Iraz.”
Iraz mengangguk dan memasuki ruang rapat itu sendirian. Di depannya ada sebuah peta besar. Di sekeliling peta itu, berjajar kursi-kursi beludru yang biasa digunakan oleh menteri dan Anggota Dewan. Ada sekitar 200 kursi dengan sebuah sebuah kursi besar, pasti milik Lord. Kursi itu bukan hanya besar, tapi bisa dinaik-turunkan. Di situlah duduk Lord Septhyn yang sudah menunggu Iraz. Selain itu, kursi-kursi lain juga sudah diduduki oleh beberapa menteri dan Anggota Dewan.
“Selamat Datang, Iraz de Tortio.” Suara Lord Septhyn menggema di dinding ruangan. Beberapa menteri tampak mengangguk sambil tersenyum, beberapa ada yang membuang muka dan beberapa ada yang jelas-jelas menampakkan perasaan tidak senang.
Iraz berlutut. Lantainya yang terbuat dari marmer terasa dingin. Iraz menunduk perlahan sebelum akhirnya menatap Lord Septhyn. Muka Lord itu bundar, dengan rambut pirang yang dipotong pendek dan ditutup mahkota. Walau begitu, kumis dan jenggotnya yang lebat tidak berwarna pirang juga. Dia mengenakan jubah biru yang panjang dengan kerah tinggi yang terbuat dari beludru. Beberapa menteri mengenakan pakaian yang hampir sama—tapi tanpa mahkota, tentu saja.
“Silahkan duduk, di mana saja silahkan.” Iraz mengangguk menuruti ajakan Lord itu.
“Perkenalkanlah, Iraz de Tortio, putra dari Rouis de Tortio, Duke dari Giardoni.” kata Iraz memperkenalkan diri.
“Aku terima perkenalanmu, Putra Rouis. Aku adalah Lord Septhyn de Orland, keturunan ke-50 dari Feraux de Orland, Lord Agung dari Tanah Kesuburan ini.” balas Lord Septhyn memperkenalkan diri (walaupun secara teknis, semua orang sudah mengenalnya). “Dan mereka adalah para menteri Negara.” tambahnya sambil menunjuk para menteri yang hadir.
Satu persatu para menteri memperkenalkan diri mereka. Tentu saja, menteri-menteri itu tidak bisa menyembunyikan raut wajah mereka. Setelah itu, Lord memulai pembicaraannya.
“Lord Agung kita, Lord Feraux de Orland, pernah menulis sebuah wasiat tentang Negara ini.” Mimik Lord Septhyn mulai serius. “Ada beberapa hal yang pernah beliau tulis mengenai hal-hal tentang pemerintahan. Yang—sudah kita ketahui—beberapa darinya menjadi Hukum Dasar Orland.”
Iraz menyimak pembicaraan ini dengan serius. Dia menjadi semakin penasaran, apa sebenarnya tujuan dia dipanggil ke rapat ini?
“Pertama, tentang sistem pemerintahan. Seperti yang beliau katakan: ‘Pemerintahan Orland adalah dipegang oleh seorang Lord yang dibantu oleh para menteri dan dipertanggungjawabkan kepada Anggota Dewan Negara’.”
“Kedua, tentang jabatan Lord. Dalam wasiatnya tertulis : ‘Lord adalah putra tertua dari klan Orland, yang mana bisa berubah sewaktu-waktu’.”
“Dari kedua itu, aku akan membahas masalah kedua. Jika dinyatakan bahwa Lord dapat berubah sewaktu-waktu, maka mungkin maksudnya sekarang.” Lord Septhyn menjelaskan panjang lebar.
“Ada sebuah wasiat lagi dari Lord Feraux yang masih ada hubungannya dengan yang kedua tadi : ‘Setelah 50 generasi setelahku, kedudukan Lord akan digantikan oleh keturunan Giardoni de Tortio, yang mana telah berkorban untukku dalam pencarian Tanah Kesuburan ini’.”
Iraz terkejut. Apa yang dibacakan oleh Lord Septhyn tadi terdengar tidak mungkin.
“Sesuai dengan silsilah, aku adalah Lord Orland ke-50. Itu artinya, aku juga keturunan ke-50 dari Lord Feraux de Orland.” Lord Septhyn berdiri dari kursinya.
“Oleh karena itu, sesuai dengan mandat Lord Feraux, aku wajib menyerahkan kekuasaan pada Anda, klan Tortio; Lord Iraz de Tortio.”
Iraz sangat terkejut ketika semua menteri berlutut padanya.
0 comment:
Posting Komentar